[BOOK REVIEW] By Your Side
Pada tahun 2012 silam (bagi sebagian pencinta buku, mungkin masih segar di
ingatan), penerbit Gramedia Pustaka Utama menyelenggarakan lomba novel Amore,
sebuah lini yang diperkenalkan oleh GPU yang memfokuskan kepada cerita
drama-romantis. Terpilihlah sang pemenang, Tia Widiana dengan karya bertajuk Mahogany
Hills. Walaupun tidak masuk tiga besar, para finalis yang diumumkan dalam 2
gelombang, mendapatkan hadiah istimewa, yaitu karya yang diikutsertakan dalam
perlombaan akan diterbitkan dalam wujud sebuah novel—salah satunya adalah By
Your Side oleh penulis debut, Bulan Nosarios yang sebelumnya diberi judul When
Will You Marry Me?.
Kania dan Erga. Sepasang sahabat semenjak kuliah dengan kepribadian yang
berlawanan. Bagi Kania, pencernaan masalah dan informasi melalui logika adalah
yang terpenting ditemani dengan cita-cita yang dikejarnya dengan ambisius untuk
menjadi seorang dokter spesialis jantung. Sikap apatisnya terhadap cinta dengan
mudah terdeteksi dari ketidakbetahannya memelototi deretan huruf sebuah novel
roman. Keengganannya untuk terlibat dalam segala kerusuhan menghebohkan yang
akan disebabkan oleh cinta yang berpotensi mengacaukan hidupnya, membuat Erga
harus menunggu untuk mendapatkan secara utuh kebahagiaan satu-satunya miliknya.
Persahabatan yang sudah memercikkan kenyamanan yang begitu mendamaikan menjadi
alasan bagi Kania untuk mengusir jauh perasaan aneh yang menggelitik logikanya
setiap kali menatap sebuah ulasan senyum menampakkan wujud di atas pahatan
wajah Erga.
Dan Erga terus berada di persimpangan jalan, menanti taksi yang memuat
Kania menghampiri dirinya dan membiarkannya masuk lalu duduk di kursi penumpang
bersama Kania. Lampu lalu lintas sialan mengerahkan usahanya untuk mencegah
taksi itu bermuara di titik Erga berdiri. Nina, seorang janda dengan satu anak,
Nindi, datang menjumpai Erga untuk membicarakan perihal bisnis—yang
ujung-ujungnya juga mepet ke arah personal. Dengan saudara yang berdomisili
cenderung jauh, Erga tak mampu melawan hati kecilnya ketika Nina meminta pertolongannya,
termasuk meluangkan waktu bersama Nina dan anaknya, hingga Nindi menyebutkan
panggilan “Papa Erga”. Sebagai TPA yang tak pernah penuh meskipun curhatan Erga
tidak di-recycle-nya, Kania menyadari, pada akhirnya, keduanya akan
menulis, menggurat, dan mendendangkan irama hidup masing-masing.
Apa tungkai dan pantat Erga masih kuat berpijak di tempatnya yang selama
ini mendambakan sambutan tangan Kania terhadap uluran jemarinya, atau mungkin
saja, otot-otot di betis mulai mengeluh dan memerintahkan Erga untuk berbelok
arah. Bisa saja kembali. Bisa juga tidak. Dan dr. Bian tidak akan melewatkan
kesempatan untuk segera mengambil langkah seribu menggantikan posisi Erga.
Bulan berhasil menciptakan atmosfer yang sungguh menenangkan dan nyaman (tipe
nyaman yang membuatmu ingin bersantai sejenak di kursi goyang di depan teras
sambil ditiup semilir angin sepoi-sepoi) dengan kombinasi latar tempat serta
gaya bercerita yang sangat ringan didukung dengan karakterisasi Kania yang
cukup kuat. Konflik pun tak kunjung menampakkan dirinya. Bulan lebih memilih
untuk bermain-main dulu dengan karakterisasi dan membangun kehangatan serta
keharmonisan antara Kania dengan orang-orang yang
senantiasa merecokinya. Setting yang tak terlalu melibatkan banyak
tempat, cenderung berpusing dengan itu-itu saja, tidak lantas melemahkan
kewaspadaan Bulan dalam memberikan deskripsi yang repetitif. Dengan diksi yang
variatif, Bulan berhasil menambahkan keakraban seiring cerita bergulir. Usaha
Bulan untuk tidak memperlihatkan intensitas laju konflik yang berarti cukup
ampuh dalam mengkonstruksikan karakterisasi yang kuat dan hubungan yang solid
antarkarakter. Kejadian demi kejadian yang memancing selera humor untuk
memproduksi cengiran maupun tawa, serta kesibukan Kania sebagai seorang dokter
di Avicenna International Hospital memberikan warna tersendiri seiring Bulan
menghadirkan "pengacau" agar tujuan akhir novel ini tercapai. Dengan
kehadiran pengacau tersebut, bukan berarti laju konflik meningkat trafiknya
secara signifikan. Lambat.
Memiliki sisi positif
dalam faktor karakterisasi, namun tidak menampakkan pergerakan konflik yang
berarti menciptakan atmosfer penceritaan yang sangat subtil. Jika pada bab-bab
awal, Bulan cenderung pelit dalam berkata-kata mengenai pergolakan batin tokoh
rekaannya. Maka saat si pengacau mulai menciptakan kesalahpahaman yang
mengganggu jalannya persahabatan antara Kania dan Erga, rasa pelit itu pun
berangsur memudar dan sebagai gantinya, Bulan dengan murah hati menerjemahkan
perasaan dilematis dan kalut kedua tokoh. Efeknya, tentu saja, kebosanan yang
menghinggapi dan kesabaran yang diuji. Mengistirahatkan mata dan fokus pikiran
dengan sebungkus biskuit coklat tidaklah salah. Seiring dengan permainan Bulan
dalam memengaruhi pembaca untuk ikut terlibat dalam kegundahan hati tokoh, maka
semakin jauh pula keberadaan tokoh dari hadapan pembaca yang semula cukup dekat,
terutama Erga. Tanpa adanya ledakan granat yang membetot perhatian dan
mengundang simpati, serta kejutan yang tak diekspetasikan eksistensinya, maupun
“bulu-bulu kemoceng” yang membuat pembaca secara tak sadar bergumam “so
sweet”, maka pembaca pun berkutat dengan sugesti dan tanda tanya yang
berdengung-dengung di dalam pikiran kedua tokoh.
Ketidakberhasilan Bulan
dalam bagian melibatkan emosi pembaca untuk terkocok-kocok dan ikut
terombang-ambing merasakan gelombang pasang perasaan tokoh pada akhirnya
memberikan kesan bertele-tele dan asyik sendiri. Diimbangi dengan grafik laju
konflik dan emosi yang dengan jelas menunjukkan pergerakan naik turun yang
tidak lain dan tidak bukan hampir menyamai sebentuk garis lurus. Namun, usaha
Bulan di bab-bab awal untuk memasukkan jiwa pada karakternya cenderung berhasil
dalam meramaikan bagian pertengahan menuju tahap ending (meskipun, dapat
dirasakan, perlahan namun pasti, hubungan yang terjalin antartokoh mulai
berkurang intensitas kesolidannya) yang melaju dengan pace lambat yang
diwarnai adegan-adegan “pasaran” yang sudah akrab dengan mata.
Suasana dan kejailan
khas nuansa kekeluargaan begitu kental melingkupi. Agenda yang menarik di
seputaran kota Yogyakarta yang unik menjadi latar yang sangat membantu sekali.
Pembawaan gaya bercerita Bulan yang light, humoris, dan hangat juga
memberikan guratan warna dan mempertahankan suasana yang menyamankan panca
indera—namun itu tidak mencegah By Your Side cenderung tampil emotionless
dengan atmosfer yang extremely kalem namun homey dan pengeksekusian
cerita yang sudah lumayan booming tanpa adanya hal-hal yang memberikan
identitas tersendiri untuk By Your Side. By Your Side cocok untuk bacaan
ringan pengurai benang kusut di kala senggang, namun tidak ada kesan mendalam
yang dilesakkan ke dalam hati pembaca.
6/10 stars
Judul: By Your Side
Penulis: Bulan Nosarios
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Desain kover: Marcel A.W
Tahun terbit: Mei 2014
Tebal halaman: 296 halaman
best regards,
Erison
No comments: