[MOVIE REVIEW] Thor: The Dark World
Thor (2011) yang berhasil mendapatkan pujian dari para
kritikus film, juga kesuksesan secara komersial, digadang-gadangkan menjadi
film terbaik yang pernah diproduksi oleh Marvel Studios. Tak heran, ekspetasi
penonton untuk sekuelnya, Thor: The Dark World, yang merupakan babak
kedua dari Marvel Cinematic Universe, terbilang tinggi. Kursi penyutradaraan
yang sebelumnya diduduki oleh Kenneth Branagh, berpindah ke tangan Alan Taylor
(Game of Thrones, Sex and the City), begitu juga dengan skrip yang kali
ini ditulis oleh trio Christopher Yost, Christopher Markus, dan Stephen
McFeely. Akankah Thor: The Dark World mampu melampaui ekspetasi
penonton—dan film pendahulunya?
Pada masa lalu,
dikisahkan pasukan Dark Elves yang dipimpin oleh Malekith (Christopher Eccleston)
akan menaklukkan Nine Realms ke dalam Kegelapan dengan bantuan cairan hitam
yang dinamakan Aether yang memiliki kekuatan dahsyat dan tak dapat dihancurkan.
Pasukan Asgard, di bawah pimpinan Raja Bor, ayah dari Odin, berhasil
membatalkan niat dari Malekith. Karena tak dapat dihancurkan, Aether akhirnya disembunyikan
di tempat yang terpencil.
Berkisah 2 tahun
setelah Thor dan setahun setelah The Avengers, Jane Foster
(Natalie Portman) yang berada di London, dengan setia menunggu kembalinya Thor
(Chris Hemsworth) sesuai janjinya. Sementara Thor sendiri berperang untuk
menciptakan kedamaian di Nine Realms. Tanpa mengetahui apa-apa, Jane masuk ke
suatu jalur misterius, dan membawanya ke tempat Aether disembunyikan, yang
kemudian masuk ke dalam tubuh Jane. Saat Heimdall (Idris Elba) tidak mampu
melihat di mana Jane Foster berada, Thor, melawan perintah sang ayah, turun ke
Bumi dan membawa Jane ke Asgard untuk mengobatinya. Di tempat lain, Malekith mulai
mengidentifikasi tanda-tanda keberadaan Aether di Asgard. Tanpa membuang waktu
lama, Malekith beserta pasukan Dark Elves pun mengambil langkah cepat dan
menyerang Asgard demi memperoleh Aether kembali. Thor, mencoba mengeluarkan
Aether dari tubuh Jane sekaligus melindungi kerajaannya dengan segala cara,
termasuk bekerjasama dengan Loki (Tom Hiddleston).
Apa yang hendak
diceritakan oleh Thor: The Dark World sebenarnya sangat sederhana
sekali; usaha dari para pasukan Dark Elves untuk mengembalikan seluruh Nine
Realms ke Kegelapan dan pencegahan yang dilakukan oleh Thor—dibantu Jane
Foster—untuk menghentikan usaha jahanam itu. Jadi, tentu, visual effects
yang megah, aksi yang mendapat porsi yang lebih banyak dibanding dengan film
pendahulunya, pengeksekusian dari rencana-rencana yang sudah disusun,
humor-humor satir yang diselipkan di sela-sela situasi menegangkan, dan konflik
lain yang muncul, serta twist yang wow... sangat tak disangka,
yang akan menghiasi durasi yang hampir mencapai 2 jam.
Paruh awal film
lebih banyak dimanfaatkan sebagai pengenalan konflik yang hendak disajikan dan
keadaan Asgard setelah 2 tahun berselang semenjak Thor, dan paruh
keduanya lebih kepada aksi-aksi yang dilakoni Thor untuk menggagalkan rencana
Malekith. Sekitar 30 menit film berlalu, alur berjalan dengan pelan. Meskipun
di Thor, kerupawanan Asgard sudah diumbarkan dengan sangat indah dan
detail, visualisasi Asgard di Thor: The Dark World tetap ampuh untuk
menyegarkan mata—meskipun kalah “menyihir” dari Thor. Namun, saat Dark
Elves mulai menyiapkan rencana untuk menghancurkan Asgard, alur perlahan-lahan
mulai bergerak cepat. Unsur drama yang melibatkan perkembangan hubungan dari
Thor-Jane, Frigga-Loki, dan Thor dengan Odin juga mampu diselipkan di sela-sela
kekisruhan yang terjadi di Asgard tanpa menimbulkan kesan dipaksakan. Bahkan
ada satu adegan yang berhasil mengaduk-aduk emosi penonton dipadu dengan
sinematografi cantik dan akting dari para pemain. Atmosfer yang santai pun
tercipta lewat humor-humor segar yang ditebar sepanjang film, dan dalangnya
adalah Darcy dan Loki—dengan cameo tak terlupakan dari salah satu superhero
Marvel yang mendadak dan sangat tak terduga, serta memunculkan tawa membahana.
Dialog-dialog spontan dan tingkah jenaka dari Darcy memang mampu mengocok perut
(“What the hell just happened?”-nya masih melekat erat dalam benak saya),
namun, sayangnya, justru mengurangi intensitas ketegangan dan merubah atmosfer
menjadi kelewat santai saat pertarungan klimaks sedang berlangsung.
Karisma Thor
masih melekat erat dengan Chris Hemsworth—dan makin bersinar. Jane Foster, yang
kali ini, menjadi bagian terpenting dalam terbentuk dan berkembangnya konflik Thor:
The Dark World, meskipun di paruh awal tidak diberi banyak ruang untuk
bergerak, namun menjelang akhir, Jane diberi space yang besar untuk
beraksi—dan seperti sebelumnya, Natalie Portman tidak diberi kesempatan untuk
menunjukkan kemampuan aktingnya yang mumpuni. Anthony Hopkins masih terlihat
penuh wibawa sebagai Odin dengan porsi tampil yang banyak berkurang dari Thor,
sementara Idris Elba dan Rene Russo hadir dengan porsi penceritaan yang lebih
besar. Di antara semua jajaran pemain, Tom Hiddleston yang tampil paling
memikat, kuat, bersinar di antara lainnya dengan tokoh ikoniknya, Loki dengan
kecerdikan, kelihaian, dan penuh tipu daya muslihatnya yang diperankan
Hiddleston dengan cemerlang. Malekith, sang villain utama, walaupun
dengan make-up sedemikian rupa meyakinkan, justru tidak mendapatkan
penggalian lebih—akibat tertutupi oleh pesona kuat dari Loki, juga—dan kesan
yang ditinggalkan Malekith pun hanya sekadar villain tanpa adanya sisi
khas tersendiri yang melekat pada Malekith. Sementara karakter-karakter yang
lain, seperti film sebelumnya, lebih berperan sebagai “pemulus” jalan yang akan
dilalui Thor.
Pertarungan
klimaks yang melibatkan alat ilmiah buatan Jane, serta penggunaan gabungan setting
Bumi, Svartalfheim, dan Jotunheim yang berkesinambungan satu sama lain,
juga terlihat unik dan menjadi daya tarik tersendiri. Namun, tetap tak dapat
dipungkiri, Thor masih unggul dari Thor: The Dark World dengan
ritme penceritaan yang lebih teratur dan rapi, serta drama khas Shakespeare
yang kehadirannya berkurang jauh di Thor: The Dark World. Thor: The Dark
World masih dapat hadir dengan kualitas yang cukup memuaskan dan mampu
menyamai ekspetasi yang ditetapkan oleh para penonton untuk sebuah sekuel film superhero.
Dengan judul Thor: The Dark World, cerita yang lebih kelam justru tidak
terlalu terasa dengan atmosfer keceriaan yang lebih banyak mendominasi. Dengan
banyaknya keseruan, visual effects megah, aksi-aksi yang diperbanyak,
humor-humor yang tersaji, dan sajian akting dari para cast, Thor: The
Dark World akan sangat menghibur, tetapi tak banyak yang baru yang
ditampilkan.
best regards,
Erison
Rating:
7/10 stars
Directed by Alan Taylor | Screenplay Christopher Yost,
Christopher Markus, Stephen McFeely, Don Payne and Robert Rodat (story) | Produced
by Victoria Alonso, Louis D’Esposito, Leifur B. Dagfinnsson | Cast Chris
Hemsworth, Natalie Portman, Tom Hiddleston, Anthony Hopkins, Christopher
Eccleston, Stellan Skarsgård, Idris Elba, Rene Russo, Kat Dennings | Music Brian
Tyler | Cinematography Kramer Morgenthau | Editing Dan Lebental,
Wyatt Smith | Casting Sarah Finn | Visual Effects Supervisor Jake
Morrinson | Costume Design Wendy Partridge | Production Design Charles
Wood | Art Direction Thomas Brown, Ray Chan, Jordan Crockett | Set
Decoration John Bush
No comments: