[MOVIE REVIEW] Hansel & Gretel: Witch Hunters
Hollywood sedang gencar-gencarnya mengadaptasi dongeng-dongeng mendunia yang kisahnya sudah sering kita dengar dan tentunya, sangat cocok untuk usia anak-anak—atau balita. Seperti kisah Snow White, yang berhasil dibawa ke layar lebar dengan film Mirror Mirror oleh Tarsem Singh dan Snow White and the Huntsman oleh Rupert Sandres, kisah dongeng Hansel & Gretel yang dikumpulkan oleh Grimm Bersaudara disulap menjadi film ber-rating R oleh Tommy Wirkola, sineas asal Norwegia yang mulai dikenal namanya lewat film Dead Snow. Debut perdana penyutradaraannya di kancah perfilman Hollywood ini berhasil membuat kisah dongeng Hansel & Gretel menjadi “miliknya”.
Seperti yang
sudah kita tahu, Hansel & Gretel bercerita tentang kisah sepasang
kakak-beradik, Hansel dan Gretel yang ditinggalkan kedua orangtuanya di tengah
hutan karena faktor ekonomi, dan kemudian bertemu dengan si penyihir jahat yang
berhasil mereka kalahkan, bahkan berhasil mereka musnahkan. Kisah awal Hansel
& Gretel juga dimasukkan ke dalam film ini sebagai prolog, yang menjadi
awal langkah yang sangat bagus dengan sedikit twist dimana alasan ibu
dan ayah Hansel & Gretel meninggalkan mereka di tengah hutan diganti. Tommy
Wirkola tanpa malu-malu, tanpa basa-basi, tanpa banyak cincong, langsung
menyajikan adegan sadis penuh kekerasan yang melibatkan muncratan darah,
potongan tubuh yang berserakan dimana-mana yang akan membuat sebagian penonton
menjerit histeris. Melibatkan aktor Jeremy Renner (Hansel), Gemma Arterton
(Gretel), Famke Janssen (Muriel), dan Pihla Viitala (Mina), akting mereka menjadi salah satu faktor film ini menjadi sangat nikmat untuk ditonton. Naskah yang ada pun
sangat padat sekali, tak ada satu detik pun yang disia-siakan, tak ada satu momen dimana saya berpikir “ah, mendingan
gua tidur daripada nonton nih film, kurang kerjaan aja”.
Bertahun-tahun setelah kejadian traumatis di pondok penyihir,
Hansel dan Gretel sudah tumbuh dewasa dan melakoni profesi sebagai pemburu
penyihir. Sepak terjang duo kakak-beradik ini sudah didengar oleh
seantero wilayah dan direkrut oleh Walikota Augsburg (Rainer Bock), Jerman
untuk menangkap penyihir yang meresahkan warga akibat penculikan anak-anak di
Augsburg. Belum apa-apa, Hansel dan Gretel sudah harus dihadang oleh sheriff
menyebalkan (Peter Stormare), yaitu Sheriff Berringer yang memulai aksi
perburuan penyihirnya sendiri secara asal-asalan dan bertindak sok tahu. Muriel, sang
penyihir jahat, yang bertanggung jawab atas semua ini, berniat mengorbankan dua
belas anak Augsburg untuk menyambut pertemuan penyihir-penyihir jahat pada
malam Blood Moon yang akan jatuh tiga malam lagi dihitung dari sejak
Hansel dan Gretel menginjakkan kaki di Augsburg. Hansel dan Gretel pun
ditugaskan untuk mengembalikan kedua belas anak tersebut hidup-hidup dengan
segala polemik yang ada—termasuk masa lalu mereka yang menanti untuk dibuka lagi. Bagaimana sepak terjang
dan apa tujuan Muriel menculik keduabelas anak tersebut dan apa saja twist dalam film ini yang mengusung tagline “Classic
Tale, New Twist”?
Secara keseluruhan, saya sangat menyukai film ini. Sangat. Saya sangat menikmati kala menonton film ini. Ekspetasi saya pada awalnya film ini tidak akan bagus-bagus amat dan tagline yang dijanjikan hanya omong kosong belaka, juga dengan jadwal pemunduran rilis beberapa kali yang bisa saja menjadi indikasi film gagal, namun setelah saya menjajal film ini, ekspetasi saya tidak terbukti. Rasa penasaran yang terus dipancing setiap menit membuat kedua mata terus melek. Tensi ketegangan pun terus meningkat, meskipun tidak terlalu tajam. Dengan tata rias yang baik, wajah-wajah para aktris yang memerankan para penyihir jahat disulap menjadi sangat-sangat creepy. Saya juga sempat kaget dan sedikit melonjak dari kursi saat wajah Candy Witch tiba-tiba di-close up disertai aumannya. Salut untuk semua yang berada di bawah departemen tata riasnya. Han Zimmer yang bertindak sebagai music supervisor juga berhasil melaksankan tugasnya dengan baik. Musik yang menjadi pendukung suasana dengan pas berhasil menimbulkan ketegangan dan membangun suasana creepy dan penuh kengerian. Gemma Arterton dan Jeremy Renner berhasil tampil sangaaat bad-ass kala membasmi para penyihir jahat. Meskipun usia kedua aktor ini terlampau 15 tahun (15 tahun! Artenton 26 tahun, Renner 41 tahun), Jeremy Renner yang jauh lebih tua dibanding Artenton tidak terlihat tua dalam film ini, bahkan terlihat seusia dengan Arterton atau satu-dua tahun lebih tua. Sesuai dengan rating R yang diberikan MPAA, adegan kekerasan penuh kesadisan yang melibatkan senjata tajam, serangan mendadak, organ dan potongan tubuh yang terlontar ke sana-sini, berhasil disajikan dengan sangat bagus sekali, dan membuat penonton menjerit, memaki-maki, dan terlonjak dari kursi. Naskah yang ada memang disajikan dengan padat, namun dari sisi ceritanya, cenderung tak ada yang istimewa. Tommy Wirkola mampu mengemas film ini dengan sangat cerdas. Sangat tepat sasaran, mudah dicerna oleh otak, dan Bam! Bum! Bam! Arrgh! Drrrrtt!!! Drrrtttt!!!, dan tadaaa... jadilah sebuah film yang sangat menyenangkan. Bagi yang suka dengan film sejenis Evil Dead 2 dan kawan-kawannya, kalian juga akan menyukai film ini. Bagi yang mudah mual dan tidak kuat saat menyaksikan adegan penuh kekerasan dan darah dimana-mana, lebih baik menghindari film ini.
Hansel & Gretel: Witch Hunters adalah sebuah film pelepas penat
yang tak akan mengecewakan sama sekali. Apa yang disajikan di layar sangat layak tonton dan akan
membuat para penonton senang. Sebuah film yang akan sangat
sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Personal rating: 6.5/10 stars.
“Whatever you do, don't eat the fuckin' candy.” –
Hansel
best regards,
Erison
No comments: