[MOVIE REVIEW] The Hunger Games: Catching Fire



Satu setengah tahun lebih tidak berjumpa, Katniss kembali dengan kehidupannya yang tak sama lagi—akibat Hunger Games. Kehidupannya selalu dihantui bayang-bayang Hunger Games. Semuanya telah kacau. Dengan pergantian sutradara dari Gary Ross ke Francis Lawrence, Catching Fire disajikan dengan sangat emosional, padat, dan juga stay true to the book.

Cerita berawal dengan musim dingin di Distrik 12. Setelah memenangkan Hunger Games ke-74 dengan aksi nekatnya, Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) dan Peeta Mellark (Josh Hutcherson) kembali lagi ke Distrik 12 dengan trauma mendalam. Keduanya kini tinggal di Victor’s Village dan hidup lebih dari berkecukupan. Hal yang tak diketahui Katniss dan Peeta adalah keputusan mereka untuk memakan beri beracun dibanding salah satu dari mereka harus tewas, telah membuat masyrakat di distrik-distrik melakukan perlawanan. Dalam rangkaian Victory Tour yang harus diikuti keduanya, Presiden Snow (Donald Sutherland) mengancam Katniss untuk meredakan keadaan—atau orang-orang yang disayanginya yang menjadi taruhan. Tidak hanya sampai di situ, perhelatan Hunger Games ke-75 atau Quarter Quell ke-3 sudah dekat dimana di setiap Quarter Quell akan ada peraturan khusus. Khusus untuk Quarter Quell ke-3, para peserta yang sudah selamat dari maut diharuskan untuk bertarung kembali. Dari Distrik 12, hanya terdapat 1 pemenang perempuan, yaitu Katniss Everdeen. Katniss, mau tak mau, harus kembali ke arena. Sementara pemberontakan di distrik-distrik mulai bergolak.
 
Catching Fire is simply one of the best movies in 2013!! Jika dilihat dari segi kompleksitas cerita, Mockingjay menempati urutan pertama, disusul dengan Catching Fire dan diakhiri dengan The Hunger Games. Banyak hal baru yang harus disampaikan pada penonton di sekuel kali ini. Jika The Hunger Games hanya memperkenalkan kepada kita tentang struktur negara Panem dan rangkaian acara Hunger Games, maka di sekuelnya, Suzanne Collins memperkenalkan kepada kita secara mendetail negara Panem dan konflik yang timbul akibat perlawanan Katniss dan Peeta. Tak heran, bagian 1 dan 2 versi bukunya terasa panjang, berjalan lambat, dan sedikit membosankan. Untungnya, hal itu tak terjadi pada versi filmnya dengan durasi sekitar 1,5 jam kurang lebih untuk menyampaikan semuanya—sisanya adegan arena Quarter Quell yang memompa adrenalin dan membuat penonton mencengkeram samping kursi bioskop. Duo Michael Arndt-Simon Beaufoy, selaku penulis naskah, meracik skrip dengan jalan penceritaan yang sangat baik dan solid. Konflik dibangun secara perlahan, dimulai dari kedatangan Presiden Snow ke rumah Katniss dari Capitol nun jauh di sana. Selain memperpadat isi cerita, Arndt dan Beaufoy tak lupa mengembangkan aspek drama yang membuat penonton terikat secara emosional dengan para karakter, khususnya Katniss. Salah satu hal yang sangat saya sukai dari Catching Fire adalah langkah yang diambil Arndt dan Beaufoy dengan mengambil beberapa adegan dari sudut pandang Presiden Snow—yang jauh lebih banyak porsinya dibanding film pertama—makin menambah greget konflik yang ada dalam Catching Fire.

Selain naskah apik Arndt dan Beaufoy, berhasilnya film ini dalam menerjemahkan novel Suzanne Collins, lantas didukung dengan production design yang memikat dan sinematografi cantik arahan Jo Willems, serta ditopang dengan visual effects yang sangat nampol—which is a huge improvement from the first movie. Costume design oleh Trish Summerville juga menambah kecerahan layar dengan busana rakyat Capitol yang eksentrik dan futuristik—ditambah dengan faktor desainer muda Indonesia, Tex Saverio, turut andil dalam produksi Catching Fire dengan gaun pernikahan Katniss rancangannya.

Dari segi karakter, kali ini Effie Trinket (Elizabeth Banks), sang escort untuk Distrik 12, mendapat porsi yang jauh lebih besar (namanya bahkan tak disebut sama sekali di film pertama) untuk bercerita. Elizabeth Banks selalu menjadi scene stealer setiap kali dia muncul dengan busana dan tatanan rambutnya yang membuat mata melebar dan aksen Capitol-nya yang khas. Masuknya pemain baru seperti Sam Claflin sebagai Finnick Odair, Jena Malone sebagai Johanna Mason, Jeffrey Wright sebagai Beetee, Amanda Plummer sebagai Wiress, Lynn Cohen sebagai Mags, dan Philip Seymour Hoffman sebagai Ketua Gamemaker baru, Plutarch Heavensbee makin meramaikan dan memberikan warna tersendiri, khususnya Claflin, Malone yang memerankan Johanna lebih beringas dari versi bukunya, dan Phillip Seymour Hoffman.

Donald Sutherland tampak berbisa dengan Presiden Snow. Josh Hutcherson kali ini mengalami peningkatan akting yang sangat baik dibanding dengan Hunger Games. Selain Effie Trinket yang mendapat porsi lebih untuk tampil di layar, Primrose Everdeen (Willow Shields) dan Gale (Liam Hemsworth) juga mendapatkan hal yang sama. Prim dengan karakternya yang jauh lebih dewasa dan Gale dengan karakter yang masih keras kepala dan anti-Capitol. And, of course, Jennifer Lawrence, sebagai pemimpin jajaran cast, memerankan Katniss Everdeen. dengan segala kompleksitasnya dengan sangat, sangat cemerlang. Katniss kini bukan hanya lagi seorang anak gadis 16 tahun yang setiap.hari ke hutan untuk berburu demi kelangsungan hidup keluarga dan dapat menjalankan hidupnya seperti itu untuk selamanya. Hunger Games telah memberikan trauma hebat pada dirinya. Di balik karakternya yang kuat dan tangguh dengan selalu melindungi keluarganya dan sahabatnya dengan cara apapun, Katniss sebenarnya adalah seorang gadis yang rapuh.

Seiring dengan naiknya Katniss ke arena dan layar yang perlahan melebar, maka dimulailah pertarungan Hunger Games untuk ke-75 dengan bahaya ancaman berbeda yang menghantui setiap jamnya. Ditambah skoring dari James Newton Howard yang berdentum-dentum, membuat penonton ketar-ketir dan dipompa adrenalinnya sampai ke puncaknya saat melihat Katniss dan konco-konconya bertahan hidup sekuat tenaga melawan rencana dan permainan yang dibuat para Gamemakers.

Catching Fire sejatinya adalah sebuah film yang sangat melampaui ekspetasi setiap orang yang menontonnya, dengan cerita yang jauh lebih padat dan kompleks dan Francis Lawrence yang berhasil menuntaskan tugasnya dengan sangat baik serta akting top kelas atas dari jajaran cast. Penonton akan dibuat tidak sabar dan geregetan menunggu kehadiran Mockingjay: Part 1 yang dirilis 9 bulan dari sekarang, dan kali ini, skripnya diramu oleh Danny Strong dengan Francis Lawrence kembali duduk di bangku penyutradaraan.

best regards,
Erison




Rating:
9/10 stars

Directed by Francis Lawrence | Screenplay Simon Beaufoy, Michael Arndt, Suzanne Collins (novel) | Produced by Nina Jacobson, Jon Kilik, Suzanne Collins, Ali Shearmur, Joseph Drake | Cast Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Liam Hemsworth, Woody Harrelson, Elizabeth Banks, Donald Sutherland, Stanley Tucci, Lenny Kravitz, Sam Claflin, Jena Malone | Music James Newton Howard | Cinematography Jo Willems | Editing Alan Edward Bell | Casting Debra Zane | Visual Effects Supervisor Janek Sirrs | Costume Design Trish Summerville | Production Design Philip Messina | Art Direction John Collins, Adam Davis, Robert Fechtman | Set Decoration Larry Dias 

No comments:

Powered by Blogger.